Laman

Selasa, 12 Maret 2013

CONTOH SINOPSIS

CONTOH SINOPSIS

SINOPSIS
Si Bokek

Disusun oleh :
Rois Navi Al - Fajri
NISN :
0020852292
Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah
Sekolah Kreatif SD Muhammadiyah 1 Gombong
2013
Data buku :
Judul buku    : Cerita Rakyat Banten Dan Jakarta
Penulis           : Tuti A. Windri dan Wahyu Untara
Penerbit         : CV. Sinar Cemerlang Abadi
Tahun terbit  : 2010
Kota terbit     : Jakarta

Si Bokek
        
               Orang – orang memanggilnya Si Bokek . Tahukah kenapa dia dipanggil Sibokek?
            Pada suatu ketika di Betawi ada seorang guru mengaji. Muridnya banyak karena dia guru mengaji yang pintar.Tetapi sayang  dia memiliki dua sifat tercela yang membuat anak-anak miskin tak berani belajar mengaji padanya.
            Sang guru terkenal sangat sombong dengan kepandaiannya dan derajatnya. Dia sangat suka menyombongkan keturunannya yang berasal dari seorang ulama besar dahulu kala., oleh karena itu dia merasa memiliki derajat yang lebih dari orang kebanyakan. Sifat yang tercela lainnya dari sang guru mengaji adalah dia suka mencela. Dia sangat sangat suka mencela dan meremehkan orang miskin. Sebagai guru mengaji dia juga menarik uang dari para muridnya tiap bulannya. Uang itu sebagai iuran biaya mereka mengaji padanya, maka dia tak boleh mengaji.
            Pada suatu hari ada anak miskin yang diterima menjadi murid mengajinya. Semula dia enggan menerimanya, namun kemudian anak itu diterimanya setelah orang tuanya bersedia membayar biaya mengajinya.
            Maka si miskin pun bisa mengaji pada sang guru mengaji.
            Tetapi malang sekali bagi si miskin. Keluarganya yang tidak mampu, tidak setiap bulan bisa membayar biayanya. Si miskin selalu telat membayar. Karena telat membayar dia selalu menjadi sasaran celaan dan hinaan gurunya.
Pada suatu awal bulan, dia telat lagi membayar iurannya hingga guru mengajinya marah-marah. “Dasar bokek!” teriaknya pada si miskin didepan kawan-kawannya sambil marah-marah. Betapa malu si miskin. Teman-temannya pun tertawa riuh. Dan semenjak itu guru dan teman-temannya memanggil si miskin sebagai Si Bokek.
            Maka. Begitulah kenapa si miskin itu di panggil Si bokek.
            Walaupun sebutan itu memalukan, Si Bokek artinya dia yang selalu tak punya duit, dia tetap mengaji. Niatnya untuk belajar telah menguatkannya. Lagi pula dia belajar untuk pintar mengaji, sedikit cobaan mendapat julukan yang agak memalukan bukanlah hal yang berat baginya.
            Tetapi rupanya kesabaran Si Bokek menghadapi tingkah para teman dan gurunya ada pula batasnya.
            Pada suatu kesempatan diadakan selamatan khataman. Oleh guru mengaji, para murid diminta untuk membawa makanan dari rumah. Murid mengaji yang patuh itu pun melaksanakan perintah gurunya. Ada yang membawa ketupat sayur, ada yang membawa opor ayam, ada yang membawa kerak telor, ada yang membawa gulai kambing, dan bahkan ada pula yang membawa semur jengkol. Semua anak membawa makanannya masing-masing Kecuali Si Bokek. Dia hanya membawa daun pisang! Karena orang tuanya sangat miskin, maka mereka tak bisa membekali si miskin makanan seperti seperti orang tua-orang tua yang lain. Si Bokek hanya membawa daun pisang saja. Seperti biasanya setelah selamatan, makanan pun di bagi-bagikan pada semua yang hadir untuk dimakan dan dibawa pulang sebagai oleh-oleh di rumah. Untuk tempat oleh-olehnya itulah Si Bokek membawa daun pisang.
Tentu saja hal itu sangat membuat geram guru mengajinya. Bagaimana tidak geram, jika murid yang lain membawa makanan yang enak-enak, Si Miskin malah membawa daun pisang? Maka sang guru mengaji pun marah-marah pada Si Bokek di depan para murid. Kali ini dia marah besar, hingga semua ucapan yang tak pantas didengar dan diucapkan seorang guru mengaji pun keluar. Si Bokek sangat malu . kemudian dia tak mau mengaji pada guru itu lagi dan keluar.
Kita tinggalkan guru mengaji yang tak pantas ditiru itu dahulu. Kita akan mengikuti perjalanan Si miskin. Pada suatu hari Si Miskin berjalan-jalan ke hutan. Dia menemukan seekor anak kerbau yang ditinggalkan induknya karena sakit. Karena kasihan, dibawanya anak kerbau itu pulang. Kemudian anak kebau itu dirawatnya hingga sembuh. Anak kerbau itu lantas dipeliharanya dengan telaten. Tiap pagi digembalakannya di padang rumput di depan rumahnya, dan setiap sore dimandikannya di empang dekat rumahnya. Maka tak heran jika tak lama kemudian anak kerbau itu telah tumbuh menjadi kerbau yang sehat dan gemuk.
Melihat kerbaunya telah gemuk dan sehat. Kemudian terpikir olehnya akan hutang iuran mengaji yang telat dibayarkannya pada guru mengajinya dahulu itu. Dia berniat melunasi hutangnya itu dengan memberi sang guru kerbaunya yang gemuk dan sehat itu. Walaupun miskin, Si Miskin ternyata tak pernah bisa lupa akan hutangnya dan dia selalu ingin melunasinya.
Sang guru mengaji senang sekali menerima kerbau Si Miskin sebagai ganti iuran mengajinya yang dahulu. Tentu saja senang sekali, karena nilai kerbau itu seratus kali lipat dari hutang si miskin padanya. Tentu sja si Miskin tidak tahu akan hal itu, dan juga tidak peduli.
Si miskin yang jujur itu senang telah bisa melunasi hutang-hutangnya pada guru ngaji.
Guru mengaji itu sangat bangga dengan kerbaunya. Oleh karena itu dia pun merawatnya dengan cermat, seperti cara Si Miskin dahulu merawatnya. Bahkan guru mengaji itu pun menggembalaknnya sendiri di sawah.
Pada suatu hari saat guru mengaji sedang menggembalakan kerbaunya, tiba tiba langit menjadi mendung. Tak lama kemudian hujan badai pun turun.
Semua yang sedang bekerja di sawah berlarian mencari tempat berteduh. Ada yang mencari tempat teduh di gubuk tengah sawah, ada yang mencari teduh di gubuk tengah sawah, ada yang  mencari di bawah pohon, ada pula yang nekat saja berjalan pulang  dengan  berpayung daun pisang.
Sang guru mengaji pun tidak ketinggalan mencari tempat berteduh. Sambil menuntun kerbaunya , dia mencari sebuah pohon. Setelah mengikat kerbaunya, dia pun mulai memanjat pohon untuk berteduh.
Guru mengaji itu duduk di atas cabang yang berderak-derak, dan ranting yang saling sapu karena kuatnya angin. Cabang-cabang saling bergesekan keras karena angin angin hingga pada suatu saat cabang yang diduduki si guru mengaji bergesekan dengan cabang disebelahnya dan menjepit kakinya.
Guru mengaji berteriak kesakitan.
Kaki guru mengaji terjepit oleh cabang pohon hingga tak bisa bergerak dan sekarang telah patah. Dia pun berteriak minta tolong. Tetapi sayang, hujan terlalu lebat hingga teriakannya tak bisa didengar siapapun, termasuk Si Miskin yang rumahnya berada didekatnya. Kemudian tahukah kalian apa yang terjadi pada guru mengaji?
Saat hujan telah reda. Seorang gembala yang kebetulan lewat di bawah pohon tempat guru mengaji berteduh hanya menemukan kerbaunya,dia tidak bisa menemukan guru mengaji,  yang ada hanyalah seekor tokek.
Tak seorang pun tahu nasib guru ngaji yang sebenarnya. Sedang Si Miskin hidup bahagia dan jujur selamanya.
                   

DAFTAR BLOG TER-UPDATE